Kebijakan Pajaki Lahan Nganggur Tuai Pujian Banyak Pihak
Kebijakan Pajaki Lahan Nganggur Tuai Pujian Banyak Pihak. Para pengamat industri properti menyambut baik rencana Pemerintah mengenakan pajak progresif untuk lahan yang dibiarkan menganggur.
Sebelumnya, Pemerintah lewat Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Sofyan Djalil, mengungkapkan bahwa Pemerintah sedang membahas peraturan mengenai pengenaan pajak atas lahan yang dibiarkan menganggur.
Ekonom BCA David Sumual mendukung rencana pemerintah menerapkan pajak progresif pada tanah nganggur. Namun, harus diperjelas mengenai detail aturannya.
“Saya sih setuju (pengenaan pajak tanah nganggur). Tapi bukan untuk semua permukiman tanah. Tapi tanah yang diperuntukkan untuk infrastruktur saja,” tuturnya kepada Okezone.
Pernyataan ini pun diperkuat oleh Pengamat Pajak, Darussalam AK. Menurutnya, rencana pengenaan pajak ini sebagai pengontrol harga tanah. Pasalnya, harga tanah selama ini tidak masuk akal khususnya untuk infrastruktur.
“Harus dipajaki secara progresif untuk membatasi spekulan. Di luar negeri dikenal dengan nama land value tax. Jadi saya setuju untuk pajak progresif ini,” tuturnya.
Sebelumnya, Sofyan mengungkapkan bahwa rencana pengenaan pajak progresif ini dibuat untuk mengatasi para spekulan tanah. Di tengah kebutuhan akan lahan untuk memenuhi kebutuhan hunian, harga tanah justru melonjak.
“Misalnya, ada proyek Patimban. Orang beli tanah macam-macam. Kan kita tahu harga tanah sekarang berapa, misalnya Rp10.000 per meter. Nanti kalau dijual misalnya harga Rp100.000, yang Rp90.000 itu diprogresifkan pajaknya supaya orang tidak berspekulasi tanah,” katanya.
“Intinya, jangan orang beli tanah alasan land bank dan lain-lain hanya untuk didiamkan saja, mengharapkan harga naik. Tapi kalau misalnya itu bagian dari eksekusi program, kawasan industri harus luas, kawasan perumahan harus luas, kita mengerti,” ia menandaskan.
Suara bernada dukungan juga datang dari perusahaan konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL). Namun, Pemerintah harus mengaturnya secara mendetail agar tidak terjadi distorsi dalam pelaksanannya.
“Apakah pajak ini akan dikenakan pada PPh (Pajak penghasilan) atau pajak tanah dan bangunan,” kata Local Director Strategic Consulting Jones Lang LaSalle (JLL) Herully Suherman, di kantornya, Jakarta, Rabu (1/2/2017).
Dia menambahkan, pemerintah sebaiknya melihat beberapa faktor sebelum menerapkan pajak tersebut. Terlebih dahulu, harus ada definisi tanah tidak produktif berdasarkan lokasi dan waktu.
“Apakah ada penentuan lokasi. Zoning apakah hunian, industri dan lain-lain. Kemudian berapa lama dibiarkan tidak terbangun. Apakah pajak ini berdasarkan land area yang dikuasai atau kavling yang dikuasai,” kata dia.
Pemerintah saat ini sedang mendorong pembangunan rumah lewat Program Sejuta Rumah. Dalam setahun, Pemerintah menargetkan pembangunan satu juta rumah, sebanyak 70 persen difokuskan pada rumah subsidi dan rumah murah.