Konstruksi

Hadapi MEA Pemerintah Pacu Sertifikasi Tenaga Konstruksi

Hadapi MEA Pemerintah Pacu Sertifikasi Tenaga Konstruksi. Banyaknya tenaga konstruksi yang belum bersertifikasi membuat pemerintah terus mencarikan solusi. Sebab sertifikasi tenaga konstruksi bisa meningkatkan daya saing pekerja di Era pasar bebas dan MEA.

Pemerintah menargetkan pekerja konstruksi yang tersertifikasi pada tahun ini mencapai 500.000 orang, baik itu untuk pekerja konstruksi terampil, maupun pekerja konstruksi ahli.

Guna menunjang hal tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggandeng sejumlah perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tengah menggarap proyek konstruksi untuk sertifikasi.

“Itu kami targetkan 500.000 dan didukung Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJKN),” kata Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Yusid Toyib di Jakarta, Senin (21/8/2017).

Baca Juga:  Manajemen Keuangan Proyek Konstruksi Agar Kas Aman Terkendali

Hingga semester pertama tahun 2017, sudah 300.000 pekerja konstruksi yang menjalani sertifikasi. Sertifikasi dilakukan melalui mekanisme jemput bola bekerja sama dengan perusahaan konstruksi, untuk meminimalisir biaya yang dikeluarkan.

Pemerintah pun menargetkan hingga akhir 2019, ada sekitar tiga juta pekerja konstruksi yang akan tersertifikasi.

Sementara itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menuturkan, sertifikasi diperlukan untuk meningkatkan kompetensi pekerja konstruksi dalam menghadapi masuknya tenaga asing di masa mendatang.

Di samping, juga untuk meningkatkan pendapatan yang diterima setiap pekerja. Ia menuturkan, pekerja non sertifikasi nantinya hanya akan menerima penghasilan 70-80 persen dari pekerja sertifikasi.

Perturan menteri yang mengatur terkait hal tersebut kini tengah disusun.

Baca Juga:  Penjadwalan Proyek Konstruksi, Panduan untuk Kontraktor Konstruksi

Pekerja konstruksi yang belum mengikuti program sertifikasi, siap-siap tak bisa mendapatkan upah utuh.

Pasalnya, hanya pemerintah kini tengah menyiapkan aturan yang mewajibkan kepada seluruh pekerja konstruksi untuk tersertifikasi.

“Yang tidak bersertifikat, nanti gajinya 70 persen sampai 80 persen dari yang bersertifikat. Jadi, kalau yang bersertifikat pendapatannya 100, yang non-sertifikat itu 70-80,” kata Basuki di Jakarta, Senin (21/8/2017).

Ia menambahkan, sertifikasi pegawai konstruksi tak sekedar memenuhi aturan yang diwajibkan di dalam UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Lebih dari itu, sertifikasi diperlukan untuk meningkatkan serta daya saing pekerja konstruksi.

Terlebih, kata dia, dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), nantinya banyak tenaga kerja asing yang akan masuk ke Indonesia.

Baca Juga:  Biaya Operasional Alat Berat, Begini Cara Perhitungannya!

Tanpa sertifikasi, dikhawatirkan daya saing pekerja konstruksi dalam negeri akan kalah saing dari negara lain.

Builder Indonesia

Builder ID, Platform Online terdepan tentang teknologi konstruksi. Teknik perkayuan, teknik bangunan, Teknik pengelasan, Teknik Kelistrikan, teknik konstruksi, teknik finishing dan pengecatan.Review produk bangunan, review Alat pertukangan, informasi teknologi bahan bangunan, inovasi teknologi konstruksi

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Non Aktifkan Adblocker untuk Bisa membaca Artikel Kami