AI Piloti Jet Tempur F-16 dalam Pertempuran Dogfights, Lebih Brutal & Lincah
F-16 yang dipiloti Oleh AI mengalahkan Pilot Manusia 5-0

Angkatan Udara AS mengumumkan telah menuntaskan 12 uji terbang pertama mereka dengan X-62A Variable Stability In-flight Simular Test Aircraft (VISTA) yang dipiloti kecerdasan buatan. Jet tempur latih modifikasi dari F-16 itu digunakan untuk menunjukkan kemampuan manuver tingkat tinggi jet tempur dengan AI tersebut.
Pesawat menggunakan F-16D Block 30 Peace Marble Il yang telah dimodifikasi dan di-upgrade dengan avionik Block 40. DARPA menggunakan program Air Combat Evolution (ACE) untuk membuat pesawat jet terbang secara otomatis. Namun, mereka mengatakan bahwa pesawat ini tidak dimaksudkan untuk diterbangkan tanpa pilot.
Sekolah Pilot Uji Coba Angkatan Udara di Pangkalan Angkatan Udara Edwards di California menerbangkan jet F-16 AI ini selama beberapa hari dan melacak data penerbangan secara langsung.
Tes melibatkan penggunaan dua ‘agen’ AI berbeda, yakni Autonomous Air Combat Operations bikinan Laboratorium Riset AU, dan Air Combat Evolution dari Badan Proyek Riset Pertahanan Tingkat Maju (DARPA). Keduanya berperan berbeda dalam mengendalikan aksi-aksi jet tempur itu melawan jet tempur lain di udara.
Berdasarkan laporan hasil uji itu, AI yang pertama mensimulasikan kemampuan tempur untuk jarak di luar jangkauan visual. Sedang yang kedua, yang bikinan DARPA, untuk sebaliknya, yang di dalam jangkauan jarak pandang, atau biasanya disebut sebagai ‘dogfighting’.
Laporan AU AS menyebutkan, “Kedua agen AI mengeksekusi manuver taktikal otonom sambil tak melanggar batas-batas ruang udara yang nyata dan mengoptimalkan performa pesawat.”
Tapi, harap dicatat, seorang pilot manusia masih berada dalam pesawat Sepanjang tes dilakukan. Dia siap mengambil alih dengan segera jika dibutuhkan.
Militer berbagai negara saat ini meningkatkan investasinya dalam mengembangkan sistem otonom untuk digunakan berperang. Sepanjang 2016 sampai 2020, di Amerika Serikat saja telah dibelanjakan senilai $16 miliar untuk riset dan pengembangan sistem tersebut.
Sistem senjata otonom ini bisa mencakup dari kawanan drone yang dipersenjatai sampai kendaraan tempur generasi masa depan dengan sebuah mode operasi drone yang opsional. Dan, tentu saja, jet tempur dengan berbagai kemampuan. Mulai dari menyediakan asisten AI untuk pilot manusia sampai pesawat terbang dan tempur yang sepenuhnya otonom.
Amerika Serikat tak sendiri yang berusaha sampai ke level teknologi itu. Kekuatan militer besar lainnya seperti Cina dan Rusia juga mengembangkan sistem senjata otonom. Tak ketinggalan India berinvestasi yang sama.
Penting juga diketahui bahwa militer di dunia mengembangkan sistem berbasis AI untuk memperbaiki keamanan siber sistem militer pentingnya. Atau, mengembangkan sistem simulasi tempur yang lebih baik untuk latihan prajurit, dan menyediakan transportasi dan logistik medan tempur yang lebih baik.
Sebelumnya Pada bulan Agustus 2020, program ini melakukan Uji Coba AlphaDogfight, yang melihat program AI bersaing satu sama lain, dengan pemenang bergerak maju untuk berhadapan langsung dengan pilot F-16 manusia yang berpengalaman dalam simulator penerbangan. Di acara terakhir, program AI yang dikembangkan oleh Heron Systems mengalahkan pilot manusia 5-0.
“Mari kita ingat bahwa ini adalah simulasi, ini adalah permainan, mesin memiliki informasi keadaan yang sempurna dan di dunia nyata, informasi keadaan, atau memiliki informasi yang sempurna adalah sesuatu yang tidak pernah Anda miliki,” kata seorang presenter kompetisi simulasi di acara tersebut. waktu.
Hefron mengatakan tim ACE memang mengamati beberapa perbedaan dalam bagaimana program AI dilakukan dalam penerbangan simulasi dan uji pesawat langsung.
“Kami tidak mengalami masalah besar apa pun, tetapi menemukan beberapa perbedaan dibandingkan dengan hasil berbasis simulasi, yang diharapkan saat beralih dari virtual ke live,” kata Hefron. “Ini menyoroti pentingnya tidak hanya pengujian penerbangan kemampuan otonom tingkat lanjut tetapi melakukannya di testbed seperti VISTA, yang memungkinkan kami mempelajari pelajaran dengan cepat dan beralih pada tingkat yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan kendaraan udara lainnya.”
Belum jelas bagaimana perbedaan kinerja simulasi dan kehidupan nyata dapat memengaruhi efisiensi keselamatan, penerbangan, dan pertempuran AI. Atlas News menghubungi DARPA untuk informasi lebih lanjut tentang masalah ini tetapi tidak mendapat tanggapan.
Hefron mengatakan tim program ACE melakukan beberapa serangan mendadak selama tes langsung dan program AI melakukan banyak tindakan dalam penerbangan pada setiap serangan mendadak. Hefron mengatakan mereka ingin “menguji algoritme dalam berbagai kondisi awal, melawan berbagai musuh yang disimulasikan, dan dengan kemampuan senjata yang disimulasikan.”
Program AI dapat memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pilot manusia. AI akan menghilangkan kendala fisik yang memengaruhi manusia, seperti dampak manuver G tinggi pada tubuh manusia.
AI juga dapat menghemat uang untuk biaya pelatihan. Menurut studi RAND 2019, dibutuhkan biaya rata-rata sekitar $5,6 juta untuk melatih pilot tentang kualifikasi dasar menerbangkan F-16.
Soal Etika Alat Perang Otonom
Menurut Komite Palang Merah Internasional, sebuah sistem senjata otonom adalah sistem senjata yang dapat memilih dan mengerahkan kekuatan ke target-target tanpa intervensi manusia. Tapi keberadaan sensor-sensor dan algoritmanya tak menjamin senjata bebas dari eror identifikasi. Kesalahan ini dapat menghadirkan konsekuensi bencana di era perang modern.
Lebih jauh lagi daripada eror bidikan, sistem senjata otonom juga menciptakan dilema atas akuntabilitas atas aksi-aksinya. Ketika seorang prajurit melakukan kejahatan perang, jelas alur siapa yang harus bertanggung jawab.



